Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PANDANGAN DAN SIKAP MUSLIM TERHADAP IBADAH PUASA -

 

PANDANGAN DAN SIKAP MUSLIM TERHADAP IBADAH PUASA

-

Puji Syukur kita yang terbesar dan terus menerus kehadirat Allah Subhana Wa Taala yang telah me-Rahmati kita dengan memberi kita sebuah kesempatan emas, sekali lagi, untuk dapat berjumpa, bertatap sapa dan berjalan bersama bulan mulia Ramadhan. Semoga Allah menambahkan berkah ini dengan dapatnya kita untuk melaksanakan ibadah puasa dan ibadah ibadah yang menmbah keberkahan puasa. Lalu apa yang perlu kita bangun untuk bisa memberi kesempatan dalam mencapainya? Tentu saja, kita pertama perlu untuk membangun pandangan kita, persepsi kita serta sikap kita pada Puasa. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda,

-

“Seorang yang berpuasa memiliki dua macam kegembiraan. Kegembiraan Ketika berbuka, dan kegembiraan Ketika bertemu dengan Tuhannya.” (HR. Bukhari & Muslim)

Sabda Rasulullah ini adalah sebuah petunjuk pada kita bagaimana besarnya kegembiraan yang patut digambarkan oleh setiap muslim. Ini juga mungkin bisa menjadi sentilan kepada saudara muslim yang lainnya yang belum mendapat penjelasan terhadap amal Puasa dengan baik, ataupun amal ibadah Ramadhan dengan baik. Seringkali kita melaksanakan sebuah ibadah hanya dengan talid saja tanpa mengetahui makna dari ibadah itu. Sehingga kita tidak dapat mendalami dengan keikhlasan kita dalam mewujudkannya.

Begitupula menjadi petunjuk kepada setiap muslim. Dengan adanya rasa suka, bahagia, senang, ikhlas dalam melaksanakan puasa maka itu semua akan terasa mudah. Juga tidak akan terasa memberatkan kita.

Ketika seseorang mengetahui faedah faedah daripada suatu ibadah maka ia akan gampang, dan merasa senang dalam mekasankannya. Itulah mengapa kita sering diperingatkan oleh para salaf, bahwa -Seorang muslim yang baik adalah seorang muslim yang memprhatikan ibadahnya.

Sempurnanya suatu ibadah, kegiatan, aktivitas, atau apapun itu bisa terealisasikan karena ada perasaan senang didalamnya. Lalu kesempurnaan ibadah di dapat dari awalnya rasa senag didalamnya. Dan kesempurnaan seorang hamba karena dia menyibukkan diri dalam amal amal ibdahnya. Sehingga dirinya akan diselimuti oleh Nur, oleh cahaya. Cahaya cahaya ini tidak dapat dirasakan oleh orang orang biasa, namun para waliyallah akan dapat melihat dan merasakannya. Dan tentu saja Nur itu akan menampakkan dirinya ketika kita nanti berad di padang Mahsyar.

Oleh karena itu seringkali kita mengdengar cahaya Tahajjud, cahaya Dhuha, dan begitu pula ibadah ibadah yang lainnya. Semua itu mempunyai Nurnya masing masing. Jika semua Nur ibadah ini dapat menyelimuti diri seorang hamba maka dia akan menjadi seorang yang menempati tempat yang tinggi di sisi duniawi dan sisi akhirat. Dan jasadnya tidak lagi menjadi hijab yang menghalangi Ruhnya untuk bersambung pada Tuhannya. Sehingga dia akan merasa ringan dalam melaksanakan berbagai ibadah. Allah Subhana Wa Taala berfirman dalam Kitab-Nya surah Ar-Ra’d ayat 28:

ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ ٱللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ ٱللَّهِ تَطْمَئِنُّ ٱلْقُلُوبُ

“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.”

Dalam menyikapi kesempurnaan suatu ibadah, kita harus tahu terlebih dahulu bahwa ibadah bukanlah hanya ada saja dan tergantung kita ingin melaksanakannya atau tidak. Namun ibadah itu adalah suatu amanah yang Allah titipkan kepada kita. Seorang sahabat Nabi pernah berkisah, “Aku melihat seorang Arab Badui datang di pintu Masjid, lalu ia turun dari untanya dan meninggalkannya begitu saja. Ia memasuki Masjid dan shalat dengan tenag dan khusyuk serta berdoa sangat panjang sehingga kami pun merasa kagum kepadanya. Ketika keluar, ia tidak mendapati untuanya, maka ia pun berkata, ‘Ya Allah, aku telah menuanikan amanah-Mu, maka dimanakah amanahku?’ Kami pun bertambah heran, dan tidak berselang lama datanglah seorang lelaki mengendarai umtanya dan menyerahkan unta itu kepadanya.”

Imam Ar-Razi berkata, “Hikmah dari kisah ini adalah ketika ia menjaga amanah Allah, maka Allah menjaga amanahnya. Inilah maksud dari sabda Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam kepada Ibn Abbas,

احفظ الله يحفظك

“Jagalah Allah, maka niscaya Allah akan menjagamu.”

Setelah kita menyadari bahwa Ibadah adalah sebuah amanah dan untuk bisa menyempurnakannya kita perlu mengetahui makna dibaliknya agar menumbuhkan rasa suka terhadap ibadah itu, terakhir kita perlu tahu bahwa hakikat kesenangan dunia yang sebenarnya adalah ibadah itu sendiri. Namun seperti yang telah dijeaskan sebelumnya bahwa jasad manusia itu adalah hijab yang menutupi kesadaran kita kan hakikat dunia dan juga ibadah. Oleh karenanya tidak ada kunci lain yang bisa membuka hijab itu kecuali itu adalah ibadah itu sendiri.

Tak lagi terhitung cerita cerita yang telah kita dengar tentang para salaf kita, ulama terdahulu kita, bahkan para shabat Nabi yang begitu terhanyut ketika melaksanakan ibadah. Seperti cerita yang sering kita dengar tentang Sayyidina Ali Karamullahu Wajh bahwasanya ketika ada panah yang tertancap di tubuh beliau, sahabat yang lainnya ingin membantu untuk mencabutnya. Kemudian Sy. Ali pun meminta agar anak panah tersebut di cabut ketika beliau melaksanakan Sholat. Dan Masya Allah ketika itu pula tidak terasa sedikitpun rasa sakit saat anak panah tersebut di cabut, saking karena beliau merasakan nikmat ibadah yang hakiki hingga tidak menyadri anak panah itu sudah tercabut dari tubuh beliau.

 

Post a Comment for "PANDANGAN DAN SIKAP MUSLIM TERHADAP IBADAH PUASA -"