Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Memperbaiki Niat, Solusi Meraih Sukses Kehidupan Yang Hakiki

ini adalah artice untuk materi khutbah Jumat

Memperbaiki Niat, Solusi Meraih Sukses, Kehidupan Yang Hakiki

Memperbaiki niat dan berusaha ikhlas didalamnya serta mengevaluasi dan mencermati sebelum kita melakukan suatu perbuatan merupakan sebuah kiat sukses untuk meraih misi kehidupan yang hakiki, yaitu meraih ridho Allah di dunia maupun di akhirat. Karena niat merupakan sebuah tonggak dari setiap perbuatan atau pondasi dari setiap amal. Sedangkan semua perbuatan maupun tindakan dan ucapan, baik buruknya dan sah tidaknya tergantung kepada niatnya. Sebagaimana Nabi n bersabda:

إِنَّمَا الأَعمَالُ بِالنِّيَّاتٍ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امرِئٍ مَا نَوَى. (متفق عليه)

Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya setiap perbuatan seseorang tergantung kepada niatnya. (Muttafaq ‘alaih)

Maka hendaknya jangan dilakukan suatu perbuatan, tindakan, ucapan maupun yang lainnya, bahkan tidak terlintas berbuat sesuatu kecuali sudah diiringi dengan niat yang baik untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mencari pahala serta ridho-Nya. Yang demikian itu semata-mata karunia yang berupa taufik dan hidayah-Nya. 


A. Niat Tidak Akan Berguna Kecuali Jika Sesuai Dengan Syariat

Karena niat termasuk syariat Allah l, maka niat itu harus sinergi dengan syariat tersebut, baik yang terkait dengan pekerjaan-pekerjan yang wajib ataupun yang sunnah. Dan terkadang niat yang baik itu jika diiringi didalam pekerjaan yang mubah atau pekerjaan yang merupakan sebuah adat istiadat sehari-hari bagi seorang manusia, maka akan menjadi sebab niat tersebut merubah pekerjaan-pekerjaan itu menjadi ibadah dari segi sebuah perantara hukumnya tergantung kepada tujuannya. 

Misalnya seseorang ketika makan berniat untuk supaya mendapatkan energi kekuatan untuk melaksanakan ta’at kepada Allah, ketika seorang suami tidur beserta istrinya berniat untuk mendapatkan seorang anak yang beribadah kepada Allah, ketika berolahraga apapun bentuknya berniat supaya dia mendapatkan kesehatan yang menunjangnya untuk ta’at beribadah karena Allah. Maka didalam pekerjaan-pekerjaan yang telah diniati, pekerjaan-pekerjaan adat yang mubah tersebut jika diniati dengan  niat yang baik maka akan berubah menjadi sebuah ibadah dan mendapatkan pahala karenanya. 

Akan tetapi perlu diketahui bahwasanya niat itu akan terlaksana sesuai dengan fungsinya, yaitu menambah dan melipatgandakan pahala yang didapat atau menjadikan pahala suatu adat istiadat asalkan niat itu tidak diiringi dengan kebohongan. Bukan hanya melintaskan niat di dalam hati, akan tetapi tatkala dia sudah mampu untuk melaksanakan sesuai dengan niatnya, dia tidak melaksanakannya dan tidak mempraktekkannya. Misalnya seseorang yang mencari ilmu berniat bahwasanya tatkala dia sudah mendapatkannya, akan mengamalkannya serta mengajarkannya. Kemudian setelah dia menjadi seorang yang alim, dia enggan untuk mengamalkan ilmunya serta enggan pula untuk mengajarkannya, maka niat orang itu berarti tidak benar alias amalnya perbuatannya membohongi niatnya. Begitu pula seperti seseorang yang mencari dunia dan dia mengaku bahwasanya mencarinya untuk supaya dia tidak butuh kepada manusia dan dapat bersedekah dengan harta yang didapatkannya serta bersilaturrahmi dengannya. Tatkala apa yang diniatinya didalam mencari dunia dia mampu untuk melaksanakannya tapi enggan untuk melakukannya, maka niat-niat tersebut tidak ada gunanya dan tidak ada pahalanya karena ternyata perbuatannya bertolak belakangan (kontra) dengan niat yang telah diniatkannya. 

Kesimpulannya bahwasanya pekerjaan yang wajib tidak akan sah kecuali dengan niat. Pekerjaan yang sunnah akan berlipat ganda karena niat. Dan pekerjaan yang mubah (adat istiadat) akan menjadi sebuah ibadah dengan niat.


B. Niat Tidak Berpengaruh Kepada Perbuatan Maksiat

Perlu diketahui bahwasanya niat tidak berlaku pada perbuatan maksiat. Karena niat itu adalah sebuah perantara untuk suatu menjadikan perbuatan yang wajib dan sunnah menjadi berlipat-lipat pahalanya, dan pekerjaan yang mubah menjadi pekerjaan ibadah. Lain halnya jika seseorang berniat ketika melakukan maksiat, maka niatnya itu tidak berfungsi dan tidak berguna sama sekali. 

Sebagaimana seseorang tidak bisa mensucikan suatu benda najis yang ainy misalnya air kencing, tidak akan bisa selama-lamanya untuk disucikan kecuali air yang bercampur dengan air kencing, tapi air kencing itu sendiri tidak bisa disucikan. Maka begitu pula suatu perbuatan maksiat jangan dikira dapat berubah menjadi sebuah amal ibadah dengan niat ataupun menjadi tidak berdosa karena niat. Misalnya ketika seseorang berkumpul dengan teman-temannya yang sedang berghibah tentang orang lain, kemudian dia menambahinya atau tetap duduk bersama mereka dengan niat menyenangkan hati orang yang berbicara ghibah tersebut, maka niat itu tidak berguna apapun tapi termasuk salah satu dari mereka yang berghibah. Dan seharusnya jika dia tidak bisa amar ma’ruf nahi munkar di tempat itu, maka hendaknya dia jangan menjadi salah satu dari mereka dan kemudian dia meninggalkan tempat itu. Jika dia tetap disana, maka dia termasuk salah satu daripada orang yang berghibah tersebut dan niatnya tidak berpengaruh apapun karena berghibah merupakan sebuah perbuatan maksiat. Misal kedua ketika seseorang melihat sebuah kemungkaran tapi dia diam atau tidak amar ma’ruf yang seharusnya dia lakukan. Dan yang menjadikannya tidak melakukannya, dia mengaku karena berniat untuk menjaga diri daripada menyakiti hati seseorang secara langsung. Maka yang demikian itu berarti orang tersebut masuk kedalam dosanya dan termasuk orang yang melakukannya. 

Begitupula sama halnya jika niatnya itu bukan niat yang baik. Karena niat yang ibadah yang menjadi perantara untuk melakukan ibadah yang diganjar karenanya seorang manusia itu adalah jika niat itu adalah niat-niat yang baik, bukan niat-niat yang buruk. Sehingga tatkala seseorang berniat akan tetapi niatnya tidak baik didalam perbuatan-perbuatan yang baik, maka niat-niat yang buruk itu akan merusaknya dan akan menjadikan perbuatan yang baik tersebut menjadi perbuatan yang tidak baik. 

Sebagaimana orang-orang yang melakukan amal soleh tapi diniati dengan niat-niat dunia, misalnya untuk mendapatkan harta atau mendapatkan jabatan. Dia sholat supaya dikatakan orang yang rajin sholat, dia berpuasa supaya dikatakan seorang yang sufi, dia melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar supaya banyak orang memilihnya dan memberikan jabatan kepadanya. Maka niat yang tidak baik tersebut menjadikan ibadah-ibadah yang dilakukannya menjadi hampa tanpa pahala, bahkan menjadi perbuatan-perbuatan maksiat atau dosa. 

Maka dari itu hendaknya kita berusaha sebelum melakukan perbuatan taat untuk berniat hanya meraih ridho-Nya dan menggapai serta menjaring pahala-Nya. Dan ketika melakukan perbuatan yang mubah, dengan niat untuk membantu dirinya dalam mendapatkan kekuatan pada dirinya untuk melaksanakan ketaatan-ketaatan kepada Allah l.


C. Mensiasati Niat

Ketahuilah bahwasanya fungsi niat adalah perantara untuk kita mendapatkan ridho Allah  . Sehingga tambah pandai seseorang membuat niat-niat yang baik pada dirinya didalam amal kebaikannya maupun didalam pekerjaan-pekerjaan yang mubah, maka tambah banyak pula dia mendapatkan riho serta pahala-Nya. Dan setiap niat yang dia niati didalam pekerjaannya tersebut, berhak untuk mendapatkan pahala yang sempurna didalam setiap niatnya. 

Maka dari itu hendaknya sebagai seorang manusia yang terbatas waktunya dan ajalnya, setiap melakukan suatu perbuatan hendaknya mengevaluasi dulu niat-niat yang harus diniatkan didalam perbuatannya tersebut dengan harapan dia mendapatkan pahala-pahala yang banyak dari setiap niat  yang diniatinya.

Contohnya ketika dia membaca Al-Qur’an, dia berniat untuk bermunajat kepada Allah, berarti dia terhitung sebagai seorang yang bermunajat kepada-Nya. Dia berniat untuk mengeluarkan ilmu-ilmu yang tersirat maupun tersurat di dalam Al-Qur’an karena memang Al-Qur’an merupakan sumber daripada segala macam keilmuan, maka dia mendapatkan pahala tersebut. Dia berniat untuk memberikan kemanfaatan kepada dirinya maupun yang mendengar bacaan Al-Qur’annya, dia berniat dengan pembacaan Al-Qur’annya mendapatkan ketenangan melaksanakan perintah Allah untuk membacanya, dan berniat mendapatkan rahasia serta obat dari bacaan Al-Qur’annya. Maka semua niat-niat yang diniatinya tersebut akan mendapatkan pahala yang sempurna dengan apa yang diniatinya. 

Begitu pula ketika seseorang berniat didalam pekerjaan yang mubah, maka setiap niat  baik yang diniati didalam pekerjaan yang mubah tersebut akan menghasilkan sebuah pahala yang sempurna. Misalnya ketika seseorang makan dia berniat untuk melaksanakan perintah Allah, karena Allah yang memerintahkan kita sebagaimana firman-Nya:

قال الله تعالى : يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ (البقرة :172)

Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu. (Q.S. Al-Baqoroh: 172)

Dia berniat dengan makannya untuk mendapatkan -energi dan kekuatan guna melaksanakan ketaatan kepada Allah. Dia berniat dengan makannya supaya dia bisa bersyukur kepada Allah   dan mengamalkan perintah-Nya sesuai dengan firman Allah SWT:

قال الله تعالى : كُلُوا مِن رِّزْقِ رَبِّكُمْ وَٱشْكُرُوا لَهُ (سبأ :15) 

"Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya.” (Q.S. Saba’: 15)

Maka didalam niatan-niatan makannya tersebut dia berhak mendapatkan pahala yang sempurna daripada Allah  . Oleh karena itu dikatakan, tambah pandai seseorang mensiasati niat didalam sebuah perbuatan kebaikan, maka tambah banyak pula pahala dan ridho yang digapai serta yang didapatkannya.









D. Fungsi Niat

Perlu diketahui bahwasanya niat dapat diartikan dengan dua arti:

1. Bahwasanya niat itu merupakan sebuah ibarat atau ungkapan dari tujuanmu yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu perbuatan atau berkata dengan  suatu perkataan. Maka niat dengan ungkapan ini lebih banyak terimplementasi didalam sebuah kebaikan, juga di dalam perbuatan keburukan. Jika perbuatannya baik, maka akan menjadi akan lebih baik. Jika perbuatannya buruk, maka akan menjadi lebih buruk. Maksudnya pahala lebih banyak dan dosa lebih banyak dosanya, sesuai dengan sabda Nabi kita n :

نِيَّةُ المُؤمِنِ خَيرٌ مِن عَمَلِهِ (رواه البيهقي)

Niat seorang mukmin lebih baik daripada amal perbuatannya. (H.R. Baihaqi)

Coba kita renungkan… Didalam hadits tersebut Nabi n mengkaitkan niat dengan seorang mukmin, yang berarti  hanya  seorang mukmin  yang berniat dengan  niat  baik di dalam perbuatan-perbuatan kebaikannya.

2. Niat  itu merupakan sebuah ibarat dari keinginan dan kehendak seseorang melakukan sesuatu yang teriring dengan perbuatannya. Maka niat semacam itu tidak lebih baik daripada perbuatannya, akan tetapi perbuatan seseorang dengan niatnya tidak akan lepas dari salah satu daripada tiga kemungkinan di bawah ini:

Yang pertama, dia berniat dan dia melaksanakannya.

Yang kedua, dia berniat tapi tidak melaksanakannya padahal dia mampu untuk melaksanakannya.

Maka dua keadaan ini telah dijelaskan oleh Nabi n didalam haditsnya:

إِنَّ اللهَ كَتَبَ الحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ ، فَمَن هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَم يَعمَلهَا كَتَبَهَا اللهُ عِندَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً ، وَإِن هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ عِندَهُ عَشرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبعِمِئَةِ ضِعفٍ ، وَإِن هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَم يَعمَلهَا كَتَبَهَا اللهُ عِندَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً ، وَإِن هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً. (متفق عليه) 

Sesungguhnya Allah akan mencatat niat kebaikan dan niat keburukan. Maka barangsiapa berniat melakukan suatu kebaikan tapi dia tidak melaksanakannya, maka Allah akan mencatat untuknya satu kebaikan sempurna. Dan barangsiapa berniat untuk melakukan suatu kebaikan lalu kemudian dia mengamalkannya, maka Allah akan menuliskan untuknya sepuluh kebaikan hingga dilipatgandakan menjadi tujuh ratus lipat ganda bahkan lebih. Dan barang siapa yang berniat melakukan suatu kejelekan atau keburukan (dosa) lalu dia tidak melaksanakannya, maka Allah akan menulis untuknya sebuah kebaikan sempurna. Dan barangsiapa yang terlintas melakukan sesuatu perbuatan dosa lalu dia melakukannya, maka Allah akan menulis baginya hanya satu keburukan (dosa).

Keadan ketiga, dia berniat untuk melakukan suatu perkara yang dia memang tidak mampu untuk melaksanakannya sehingga dia berkata, “Kalau seumpama aku mampu untuk melakukannya, aku akan melaksanakannya.“ Maka niat yang semacam ini akan menyampaikannya kepada derajat orang-orang yang mampu untuk melaksanakannya. Jika kebaikan, dia akan mendapatkan kebaikan seperti yang melakukannya. Dan jika keburukan, maka dia akan mendapatkan dosa daripada orang yang melakukannya. Dengan dalil sabda Nabi Muhammad n :

النَّاسُ أَربَعَةٌ : رَجُلٌ آتَاهُ الله عز و جل عِلمًا وَمَالًا فَهُوَ يَعمَلُ بِعِلمِهِ فِي مَالِهِ فَيَقُولُ رَجُلٌ "لَو آتَانِي الله تعالى مِثلَ مَا آتَاهُ لَعَمِلتُ كَمَا يَعمَل" فَهُمَا فِي الأَجرِ سَوَاء، وَرَجُلٌ آتَاهُ الله تعالى مَالًا وَلَم يُؤتِهِ عِلمًا فَهُوَ يَتَخَبَّطُ بِجَهلِهِ فِي مَالِهِ فَيَقُولُ رَجُلٌ "لَو آتَانِي الله مِثلَ مَا آتَاهُ عَمِلتُ كَمَا يَعمَل" فَهُمَا فِي الوِزرِ سَوَاء. (رواه ابن ماجه) 

Manusia itu ada empat macam: Yang pertama, seseorang yang Allah berikan ilmu dan juga harta kemudian dia menggunakan hartanya dengan dasar ilmunya. Orang yang kedua yang melihatnya berangan-angan serta berniat di dalam dirinya, “Andaikata aku mendapatkan harta sepertinya, aku juga akan beramal seperti orang itu.” Maka kedua orang itu didalam pahalanya sama, setingkat, sederajat dan tidak berkurang sedikitpun. Yang ketiga seseorang yang Allah berikan harta tapi tidak diberikan ilmu, sehingga dia menggunakan hartanya dengan kebodohannya. Yang keempat, orang yang melihatnya berkata, “Andaikata aku diberikan Allah Ta’ala harta sepertinya, maka aku akan melaksanakan seperti apa yang dilakukannya.” Maka keduanya itu tergolong sama-sama mendapatkan dosanya. (H.R. Ibnu Majah) 

Kesimpulannya, niat itu merupakan sebuah perantara atau senjata yang kita gunakan untuk memperbanyak pahala dan ridho-Nya. Maka hendaknya seorang manusia yang mukmin dan bertaqwa tidak melakukan suatu amal kebaikan kecuali diiringi dengan niat-niat yang banyak, supaya dia mendapatkan pahala yang banyak.


E. Perkataan Salafunasshalih Terkait Dengan Niat Sholihah

1. Berkata Umar a: Setiap perbuatan itu tergantung kepada niatnya. Dan perbuatan amal kebaikan tidak berhak mendapatkan upah kecuali jika dilakukan karena Allah.

2. Berkata Ibnu Mas’ud a: Suatu perkataan tidak akan berguna tanpa perbuatan. Dan perbuatan serta perkataan itu sendiri tidak akan berguna kecuali dengan niat.

3. Berkata Ihya’ bin Abi Katsir: Belajarlah kamu cara melintaskan niat, karena sesungguhnya niat itu yang menyampaikan kita guna meraih pahala daripada amal ibadah kita.

4. Berkata Sufyan As-Tsauri:  Aku tidak pernah mengobati sesuatu pada diriku melebihi kesulitanku untuk memperbaiki niatku. Karena sesungguhnya niat itu berubah-ubah dalam diriku.

5. Berkata Zabid Al-Yammi: Tidak ada sesuatu yang lebih aku inginkan melebihi daripada setiap aku melakukan suatu perbuatan atau perkataan kecuali harus ada niat yang baik, walaupun didalam makanan dan minuman.

Beliau juga berkata: Berniatlah engkau didalam segala sesuatu yang kamu inginkan dari kebaikan. Walaupun hal itu didalam engkau menyapu rumahmu.

6. Berkata Dawud At-Tho’i: Aku melihat kebaikan itu semuanya berada didalam niat baiknya. Dan jika didalam sebuah perbuatan terdapat niat yang baik, maka itu cukup bagimu walaupun kamu tidak melakukan sesuatu yang memenatkanmu.

7. Berkata Mutrif bin Abdullah: Kebaikan hati tergantung kepada kebaikan amal, dan kebaikan amal tergantung kepada kebaikan niat.

8. Berkata Yusuf bin Asbat: Mengikhlaskan suatu niat dalam perbuatan itu lebih sulit bagi orang-orang yang sholeh daripada banyaknya rajin dalam berbuat. 

Beliau juga berkata: Mengutamakan Allah lebih utama daripada berperang di jalan-Nya.

9. Berkata seseorang kepada Nafi’ bin Juber, “Tidakkah kamu mensholati seorang tetangga yang baru meninggal dunia?” Maka dia berkata,” Sebagaimana kamu, aku berpikir sejenak apakah aku sudah berniat baik untuk melaksanakan jenazah atau tidak sehingga aku harus melaksanakannya?”

10. Berkata Abdullah bin Mubarok: Mungkin saja suatu amal perbuatan yang berpahala sedikit akan menjadi agung pahalanya karena niatnya. Dan mungkin saja suatu amal perbuatan yang mengandung pahala yang banyak akan sedikit pahalanya karena niatnya. 

11. Berkata Fudhail bin Iyadh: Sesungguhnya Allah   berkehendak darimu dan dari amalmu tergantung kepada niat dan kesungguhanmu.

12. Berkata sebagian salafunnasshalih: Barangsiapa yang ingin sempurna amalnya, maka hendaknya perbakilah niatnya. Karena sesungguhnya Allah l tidak akan memberikan pahala kepada hamba-Nya kecuali jika baik niatnya, walaupun didalam suapan yang ia makan. 

13. Berkata Sufyan As-Tsauri: Para salafunassholih dahulu belajar bermacam-macam niat ketika berbuat, sebagaimana mereka berbuat bagaimana cara beramal.

14. Dan berkata sebagian ulama: Carilah niat untuk beramal sebelum mengamalkan. Dan selama kamu berniat kebaikan, maka kamu masih berada di kebaikan. 


F. Kisah-Kisah Salafunasshalih dalam Niat yang Baik

Niat sholihah itu menggandakan pahala. Diceritakan bahwasanya ada seorang raja yang ingin membangun masjid di negerinya. Dia telah menyatakan dan mengumumkan bahwasanya tidak ada seorang pun yang membantunya didalam membangun masjid tersebut, baik dengan harta maupun dengan hal lainnya. Karena dia ingin masjidnya tersebut semata-mata dibangun dengan hartanya tanpa bantuan siapapun juga. Dia bahkan memberikan ancaman akan memberikan sanksi bagi mereka yang membantunya. Dan tatkala sudah selesai pembangunan masjid tersebut, maka diletakkanlah namanya pada masjid itu. 

Suatu malam dia bermimpi seakan-akan telah turun malaikat dari langit kemudian menghapus nama raja tersebut dari masjid itu. Dan sebagai gantinya, ditulislah di masjid tersebut nama seorang wanita. Tatkala dia bangun dari tidurnya, maka dia bangun dalam keadaan ketakutan. Lalu dia memerintahkan bawahannya untuk melihat apakah namanya di masjid itu masih terpampang? Maka berangkatlah para pengawalnya dan kemudian mereka kembali dan memberitahukan bahwasanya namanya masih tetap ada di masjid tersebut. Pengawalnya tersebut mengatakan, “Ini mungkin sebuah bunga tidur saja yang tidak ada artinya raja.” 

Kemudian pada malam kedua, raja tersebut bermimpi seperti mimpi pada malam pertama. Yaitu turun malaikat dari atas langit dan menghapus nama raja tersebut dari masjid itu. Sebagai gantinya, dia menulis nama seorang wanita. Pada pagi harinya, dia bangun dari tidurnya dan lagi-lagi mengirim pengawalnya untuk melihat kembali apakah namanya masih terpampang didalam masjid itu. Dan tatkala mereka sudah kembali dan memberitahukan bahwasanya namanya masih tetap ada, maka terheran-heran raja tersebut dengan apa yang terjadi dalam mimpi pada malam pertama dan malam kedua. Dia marah karenanya. 

Pada malam yang ketiga, terulang lagi mimpinya yang sama seperti pada malam pertama dan yang kedua. Tatkala raja itu bangun dari tidurnya dan mengingat benar siapa nama wanita yang mengganti namanya, maka diomongkan supaya wanita tersebut datang kepadanya. Lalu datanglah perempuan itu. Ternyata dia adalah wanita yang sudah tua, yang sangat fakir, bahkan tubuhnya gemetaran. Maka ditanya, “Apakah kamu membantuku dalam membangun masjid tersebut?” Maka wanita itu menjawab, “Wahai raja… aku adalah wanita yang sudah tua dan aku seorang wanita yang fakir. Aku telah mendengar bahwasanya engkau telah melarang seorangpun membantu dalam pembangunan masjid itu. Maka aku tidak mungkin untuk membangkang perintahmu.” Maka raja itu bertanya lagi, “Aku memohon kepadamu dengan nama Allah… apa yang telah kamu lakukan terkait dengan pembangunan masjid ini?” Maka dia menjawab, “Demi Allah… Aku tidak melakukan sesuatu apapun terkait dengan pembangunan masjid ini. Hanya saja…” Lalu dia terdiam. Maka raja tersebut bertanya, “Hanya saja apa?” Maka kemudian si perempuan itu menjawab, “Hanya saja pernah suatu waktu ketika aku berjalan di samping masjid tersebut, ada seekor unta yang terikat dengan membawa kayu dan juga bahan bangunan, melihat dan menginginkan untuk meminum dari ember yang berisi air yang tidak jauh darinya. Hanya saja hewan tersebut tidak dapat mendekatinya karena dia terikat dengan tali yang diikat ke kayu. Padahal aku melihat binatang itu sangatlah haus dan menginginkan air tersebut. Maka kemudian aku bangun. Aku mendekati air tersebut dan mendekatkannya kepada binatang itu sehingga dia dapat meminumnya. Hanya itu yang dapat aku lakukan terkait dengan masjid ini.” Maka kemudian raja itu berkata, “Maha suci Allah… Engkau telah melakukan sesuatu karena Allah, maka Allah menerimanya darimu dan aku melakukan sesuatu bukan karena Allah, tapi aku melakukannya supaya tertulis namaku ,supaya dikatakan masjid itu adalah masjidku, maka Allah tidak menerimanya dariku.” Maka kemudian raja memerintahkan nama daripada wanita yang fakir dan tua serta miskin tersebut menjadi nama masjid tersebut. Itu dia dapatkan berkat niatnya yang baik walaupun tanpa amalan yang menyusahkan dan memenatkannya.


Post a Comment for "Memperbaiki Niat, Solusi Meraih Sukses Kehidupan Yang Hakiki"